Bismillah,
ini adalah catatan
pertama di tahun sekarang, tahun yang semakin mempertegas jika waktu tidak mau
menunggu walau sedetikpun duduk manis terdiam. Banyak yang bertanya, kenapa
harus bandung?, pertanyaan ini juga dulu sempat lama saya temukan jawabannya,
tapi saya menemukan satu jawaban dan bertambah satu, dua dan tiga setelah benar
benar menjalaninya, begitu seterusnya, empat,
lima dan selebihnya.
Jawabannya singkat,
karena Bandung menyempurnakan semua rukun dari pertanyaan kenapa. Setelah beberapa
alasan Tuhan untuk tidak menjerumuskan saya ke sekolah kedinasan seperti mimpi
sebelumnya, akhirnya pilihan berlabuh di
kota ini, saya hampir saja diterima dan sah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UNDIP Semarang tapi Psikologi adalah pilihan yag tidak bisa di tolak
begitu saja.
Kembali surut kemasa
silam, banyak alasan kenapa Bandung terpilih sebagai tempat saya menimba ilmu, mau
tak mau saya harus jujur jika pikiran saya lama di kuasai oleh buku buku
biografi yang saya baca, mulai dari Mohammad Hatta sang proklamator hingga Rizal
Ramli di era modern, mereka menjadikan bandung sebagai penyempurna langkah
bajiknya, langkah mereka di awali dari ranah beradat di Andalas sana, meletakan
dasar kuat dahulu mengakar pendirian sebelum harus berkiprah untuk Bangsa dan Negara
lebih luas. Sampai sampai Hatta beristrikan wanita Sunda walau lewat perantara
ir.Sukarno.
Bandung dijadikan
sebagai lahan perjuangan yang menyempurnakan kesuksesan, begitu fikirku. kota
ini dekat dengan pusat pemerintahan Negara, punya banyak kampus yang menjadi
awal mula pemikiran dibentuk, dengan dasar politik, sastra, agama dan adat yang
kuat dari ranah Minangkabau di tanah Parahiyangan ini pemikiran itu di
kembangkan. Bak sebuah bangunan yang kokoh Painan adalah pondasinya, Bandung adalah
tiangnya dan saya sedang menata atap agar tak terus panas hujan oleh cuaca. Sempurna!
“Merugilah mereka yang tidak pernah merantau, hanya hidup di bawah ketiak ibu, atau
mengadu ke meja bapak, jago kandang dan hanya akan menjadi katak dalam
tempurung.”
Suatu saat saya akan
pulang, ikut membangun dari dalam, kenapa tidak seperti gubernur Sumatera
Barat sekarang atau banyak lagi tokoh Minang
yang ber diaspora pulang dan menjadi tokoh perubahan untuk negeri kelahiran. Semua
terjawab, kenapa harus Bandung, karena
di Bandung ada cimol, cireng, cilok, batagor, seblak, dan kamu!.