Minggu, 23 Juni 2013

Mengejar Gie - Bagian I -

Selasa, 11 Juni 2013 . aku tidak tau harus ber ekspresi apa saat itu, bahagia? harus ! senang? pasti ! sedih? Mungkin, tapi lebih tepatnya haru !

BASA BASI
               Ini pertama kali saya menginjakan kaki di tempat yang telah berhasil menjadikan saya menahan penasaran kurang lebih dua belas tahun yang lalu. Mari kita coba untuk flashback sejenak lebih dari satu decade terakhir, saat saya menemukan sebuah novel bersampul pink punya kakak yang berjudul Halimun Pangrango. Ya Pangrango ! mulai dari saat itu saya hanya kenal kata pangrango saja tanpa tau makhluk apa itu, atau mungkin nama sebuah benda atau bisa juga nama seseorang. Terserahlah, yang pasti kata itu membuat saya menjadi penasaran.
               Sampai akhirnya saya mulai menuntut ilmu di tempat yang sangat tepat, Kota Bandung, kota yang paling tepat untuk saya mengenal lebih jauh apa itu pangrango. So, penasaran yang saya tahan selama lebih dari satu decade tersebut akhirnya terjawab sudah. Pangrango ternyata nama dari sebuah gunung di tatar sunda yang memiliki ketinggian 3019 mdpl, gunung dengan rangking runner up tertinggi setelah Ciremei di Kuningan. Terletak di perbatasan antara Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur, gunung Pangrango begitu kokoh berdiri dan bersanding dengan gunung Gede yang berkawah. Karna dua gunung ini sejatinya adalah satu, namun mempunyai dua puncak yang berbeda jadilah di kenal dengan nama gunung Gede Pangrango , dan dua gunung ini termasuk dalam kawasan konservasi alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Ok, sekian penjelasan singkat saya mengenai gunung yang menjadi salah satu destinasi pendakian di Indonesia ini.
               Sudah lama sangat saya ingin menginjakan kaki di puncak gunung ini, dimana awan adalah alasnya, berdinding kabut beratapkan langit, apalagi setelah saya mengenal Soe Hok Gie, sosok yang sangat inspiring sekali dalam hidup saya, tapi kali ini saya tidak akan membahas siapa itu Soe, terlalu panjang, sampai bosanpun tak akan usai saya bercerita, singkat saja ini hanya sebuah catatan perjalan yang saya lalui hingga menuju puncak lembah kasih itu. Thank’s soe, from pangrango to love with you.
              Setelah berhasil menakhlukan beberapa puncak atap bumi di jawa barat, sampailah akhirnya saya menambah checklist pendakian selanjutnya,  sebenarnya sudah lama saya ingin ke Pangrango, tekat itu semakin kuat sesudah saya menonton film GIE, April 2013 baru saja sesaat saya turun dari pendakian ke puncak Gunung Papandayan dengan lantangnya saya bilang kepada teman teman bahwa target selanjutnya adalah Pangrango. Dan suara lantang tersebut akhirnya menjadi kenyataan.

SEMINGGU SEBELUM KEBERANGKATAN

               Di kampus tercinta, obrolan panjang siang itu menemui titik temu, kita sepakat untuk mendaki Pangrango, saya bercerita lama tentang makna hidup dan pengabdian. Irfan nama teman saya itu, tapi panggilan akrabnya Daeng (panggilan kehormatan orang bugis), seorang mahasiswa perantauan dari makasar itu membuat saya betah berlama lama untuk ngobrol sampai mulut ini berbusa. Anak bugis yang satu ini ternyata petinggi di salah satu organisasi yang cukup dikenal di kampus saya, pantas saja obrolan ini terasa sarat dengan wawasan. Saya suka obrolan berat begini, karena saya haus ilmu. Tapi, lagi lagi ini bukan cerita tentang daeng, hanya saja saya merasa penting untuk menceritakan sedikit tentangnya di catatan kali ini.
                Di waktu lain, dalam suasana hening, hape saya berbunyi, saat itu saya sedang dalam forum rapat pembahasan tentang kongres universitas dan beberapa agenda penting lainya. Bersama ketua umum, sekretaris dan beberapa orang kepala bidang di jajaran cabinet Senat Mahasiswa Fakultas Psikologi yang lain. Satu pesan diterima… sms dari Daeng ternyata, saya kaget tiba tiba dia sudah menetapkan hari untuk kita mendaki, kaget bukan kepalang karena saya memang buta keadaan dan situasi serta jalur yang akan dilalui kesana. Dalam hati saya mikir “ieu budak kunaon? meuni ngotot pisan” (baca : ini anak kenapa? kog ngotot banget.red) haa.. hari itu juga saya janjian untuk bertemu membahas rencana keberangkatan kami yang sangat mendadak itu. Setelah cerita banyak, akhirnya saya setuju dan yakin agar kami berangkat hari selasa, 12 Juni 2013.

PENDAKIAN TIGA GENERASI B

              Ini pendakian pertama saya dengan “orang baru” , karena memang sebelumnya selalu setia dengan team pendakian yang kita beri nama IPAMAPSI singkatan dari Ikatan Pecinta Alam Mahasiswa Psikologi, komunitas kecil yang punya hobi sama tapi bukan organisasi. Pendakian ke pangrango ini diikuti oleh tujuh orang anak muda, dengan lebih tepatnya tiga orang perempuan dan empat orang laki laki. Ada saya, Daeng, Jayadi, Herdi, Indri, Kiran dan Maryam. Pendakian kali ini saya beri judul pendakian tiga generasi, ya, karena kita beda generasi, saya menjadi orang paling “tua” dikelompok karena hanya saya yang duduk di semester enam dan maryam adalah anak bungsu dari kami semua karena maryam baru semester dua sedangkan yang lainnya semester empat.
              Saya sangat berharap jika pendakian kali ini harus berkesan dalam hidup. Harapan yang tidak muluk karena ini memang mimpi yang telah lama tertahan.
                 Malam sebelum keberangkatan saya menginap di rumah daeng, nge pack barang barang bawaan agar tidak ada yang tertinggal saat nanti mendaki, bisa fatal jika tidak dipersiapkan secara matang, karena alam itu buas jika kita lalai. Sadar jika yang akan kita lalui adalah gunung tak lupa pastinya saya membawa baju hangat untuk persiapan nanti, karena pasti diatas sana dingin banget, 3019 diatas permukaan laut. Pagi buta saya bangun, sehabis sholat subuh saya bergegas untuk mandi dan menyedu kopi hangat yang di bikin oleh tuan rumah, haaa …  wah nikmat nya … sedikit cafein penjinak pikiran agar tak liar lagi. Sekalian menunggu kedatangan maryam dan indri yang kebetulan ikut berangkat bareng ke terminal cicaheum.
              Setelah sarapan pagi, kami berempat menuju caheum dengan angkot dan melanjutkan tujuan ke  terminal leuwi panjang menaiki damri. Kebablasan, sial... itu AC nya membuat saya lebih dini merasakan hawa gunung di dalam bis umum ini. Super dingin hingga bulu tangan tegak berdiri seperti merinding. Sampai di terminal leuwi panjang akhirnya teman yang lain datang, setelah menetapkan mobil mana yang akan kami tumpangi dengan sedikit nego kami caw otw menuju cibodas. Kurang lebih dua jam perjalanan kami sampai di pertigaan cibodas, kami mesti naik lagi menuju tempat pendaftaran dengan jarak  4 km lagi dengan menaiki angkot, saya dan anak anak yang lain sampai di pos pendaftaran pendakian, karena kedatangan kami terlalu sore dan pendaftaran sudah ditutup akhirnya kami direkomendasikan untuk menginap di camp Indonesian Green Ranger atau disingkat dengan IGR.

                                                                                                                        
                                                                                                                          bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar