Sabtu, 20 Juli 2013

MEMBACA-BERFIKIR dan MENULIS



Kembali ke lilatur hidup yang serba ber analogi, kebingungan menatapi kehidupan yang benar benar tak seperti dongeng ibu tentang malin kundang yang kaya lalu durhaka, dikutuk lalu menjadi batu. Ini kenyataan, realita bagaimana saya harus mengerti kemana dan untuk apa kita berfikir tentang asal mula dan arah perjuangan ini, mau dibawa kemana hidup ini. 

Bagaimanapun juga saya harus bisa menjadi saya, saya bukan aku… karena aku adalah kesombongan yang hanya boleh di gunakan tuhan dalam firman nya yang sacral, betapa tidak.. tak pernah tuhan berkata saya dalam kitab setebal tiga puluh jus itu. Tak percaya? Silahkan cari saja satu kata “saya” yang merujuk pasa sosok tuhan di dalam kitab suci (Al-Qur’an). 

Tidak tahu akhir akhir ini saya lebih sering berfikir tentang konsep berfikir, sebelum mengerti bagaimana berfikir dan hasil pemikiran itu sendiri. Kita tahu bagaimana seorang Karl Marx menyumbang suatu pemikiran tentang konsep (menata) bermanusia yang di aplikasikan oleh Lenin dan Stelin di Uni Soviet atau Mao Tze Dong di China dan Tan Malaka di Indonesia dengan komunisnya yang merujuk pada bapak filsafat Yunani seperti Socrates, Aritoteles atau Plato, atau Adam Smith dengan kapitalisme lberalnya di Amerika atau dari kalangan muslim seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina yang lebih dikenal dengan ilmu bedahnya atau lebih jauh lagi pada kisah Nabi Ibrahim mencari tuhan yang terjawab lewat tauhid. Semua mereka awali dari berfikir.

Begitu menarik jika ditelusuri, bagaimana orang orang besar lahir dan mencoba menjadi besar karena kebesaran berfikir mereka menelisik tentang arti manusia. Stelah komunis runtuh di poros timur, kapitalis mengalami goncangan sesungguhnya islam sebagai sebuah konsep berfikir dapat bersinar lagi setelah beberapa decade redup. Setiap tokoh besar dunia punya paham nya sendiri untuk bisa mengembangkan konsep pemikirannya untuk di aplikasikan pada tatanan kenegaraan. Che Guevara dan Fidel Castro di Argentina hingga bergerilia ke Cuba dengan marxismenya, atau tokoh pergerakan Indonesia Soekarno dengan marheinisme yang di ikuti oleh banyak soekarnois. 

Lalu apa hubungannya dengan saya yang tidak bisa menjadi aku? Sebenarnya simple saja, ketika saya berfikir maka saya mencari arti, dan saat itu saya harus menemukan jawaban yang sebanrnya sangat sulit saya artikan. Saya harus bisa menjadi saya yang sesungguhnya, bukan ikut ikutan, beberapa konsep pemikiran orang orang besar inilah yang mempengaruhi cara berfikir saya, saya bukan seorang komunis tp saya tertarik dengan konsep lenin, saya juga bukan seorang marxisme tp saya sudah menamatkan dua buku karya besar bapak revolusioner Indonesia yakni Narr de repuliek dan MADILOG nya Tan Malaka, saya seorang muslim dan saya sangat menggandrungi prinsip berfikirnya Muhammad Al-Fatih yg bisa menakhlukan andalusia di bawah kekuasaan romawi saat berusia 20 tahun. Saya hanya bisa menjadi saya jika saya berfikir dan bertindak sesuai pemikiran saya. 

Saya tidak harus menjadi marx, saya tidak harus menjadi lenin, atau seperti tokoh dalam negeri seperti syahrir dengan paham sosialisnya, saya tetap menajdi Nadrian Akhsanov dengan segala bentuk ke abstrakan berfikir  yang belum menemui tuannya sampai hari ini. Berfikir berfikir dan berfikir, itu yang membuat saya lebih banyak terdiam daripada bicara tentang pencapaian, berfikir sesungguhnya mencari jalan untuk mengonsep atau berwacana, berfikir adalah menafsir dalam bisu. Berfikir dan menulis, tak ada orang yang bisa menulis tanpa banyak membaca. Maka bacalah dan tulislah, ada proses kematangan disana saat kau bisa membaca, berfikir dan menulis. Karena orang besar tak akan di kenang tanpa konsep berfikir yang dia tinggalkan, karena orang besar tak akan dikenang tanpa karya penting yang di hasilkan (tulisan). 

SELAMAT BERFIKIR, MEMBACA DAN MENULIS.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar