*Oleh : Nadrian Akhsanov
Sastra
yang sejatinya adalah suara jiwa, sinar yang menerangi sudut sudut kelam buramnya pemikiran
manusia tentang bahasa. Lahir dan besar oleh para penyair dan menjadi sebuah
ketenangan batin bagi mereka penikmatnya.
Sastra lahir
dari ucapan, goresan, dan pemikiran yang dingin dari penciptanya. sastra
menyentuh semua golongan. Menjadi tidak aneh ketika mahasiswa psychology
menyukai sastra. karena sastra itu indah. Indonesia sebagai satu bangsa yang
besar memiliki beberapa deretan penyair penyair hebat, nama nama mereka tidak
hanya terkenal di nusantara namun juga di kalangan sastrawan dunia, dan hasil
karya mereka juga menjadi referensi dari berbagai satra dunia, sebut saja
Chairil Anwar, si binatang jalang ini
merupakan pelopor penyair angkatan 45 yang paling disegani, Chairil Anwar bukan
hanya sebuah nama, tapi juga nama untuk sebuah situasi. situasi dimana sosok
apatis itu di besarkan. Sajak sajak yang membayangi kita hingga hari ini adalah
suatu bentuk betapa chairil tidak bisa dilepaskan dari sastra nusantara. Puisi
puisi karya chairil membangkitkan kekayaan berbahasa kita sampai ke tingkat
yang mustahil dikatakan, tetapi tetap indah dan masuk akal.
AKU
Kalau
sampai waktuku
Ku mau tak
seorangpun merayu
Tidak juga
kau
Tak perlu
sedu sedan itu
Aku ini
binatang jalang
Dari kumpulannya
terbuang
Biar peluru
menembus kulitku
Aku tetap
meradang menerjang
Luka dan
bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang
pedih peri
Dan aku
akan lebih tidak peduli
Aku mau
hidup seribu tahun lagi
Siapa yang
tidak kenal dengan puisi diatas, mustahil jika anda menyukai sastra tapi tidak
tau dengan puisi yang satu ini. Selama ini puisi puisi karya chairil anwar
tersebar dalam beberapa buku seperti deru
campur debu, kerikil tajam dan yang terampas dan yang putus, tiga menguak
takdir dan chairil anwar pelopor angkatan 45. Kita bisa lihat dari sisi
bahasa kalimat dan kata yang di sampaikan, begitu tinggi dan dalam. Kesetiaan
chairil Anwar terhadap bentuk bentuk puisi lama sesungguhnya lebih besar
daripada kita duga, “senja di pelabuhan kecil” salah satu buktinya, puisi ini
juga memperluas konsep sampiran dan isi dalam pantun, bait pertama dan kedua
adalah sampiran dan bait ketiga adalah isi.
Bahasa
yang di sampaikan chairil dari karya karya nya mengandung makna yang terkadang
tidak bisa kita artikan sendiri, dan sampai detik ini sajak, bait dan lirik
chairil masih menjadi rujukan dan sangat mempengaruhi bahasa tulisan ku.
Indonesia punya begitu banyak penyair yang tidak kalah hebatnya, sebut saja
taufik ismail, soe hook gie, ws.rendra, aa navis,hingga buya hamka dan masih begitu banyak yang
tidak bisa di sebutkan satu persatu. dan merka semua adalah orang orang hebat
yang memotivasi ku untuk selalu berkarya. Hiduplah sastra.. perkaya dunia dengan bahasa mu... jangan jadikan bahasa
itu lirih biarkan dia hidup bersama senyum ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar