Jumat, 14 Oktober 2016



BERSUARA TANPA HAK SUARA
*Oleh : Nadrian Akhsanov

Rasa nya jari saya geli untuk tidak menulis tentang masalah pilkada DKI Jakarta, sebagian rekan saya bertanya kepada saya kenapa kamu bicara tentang Jakarta, sedang kamu tidak memiliki hak untuk memilih di Jakarta?, jawaban yang paling bijak dari saya adalah seperti ini, saya akan berhenti mengomentari pilkada Jakarta jika stasiun televisi nasional juga berhenti menanyangkan bertita yang Cuma hanya Jakarta. Setiap mengganti chanel televisi yang saya temui lagi lagi berita tentang Jakarta.
Begini, permasalahan Jakarta sejatinya adalah permasalahan kita semua, Jakarta sudah resmi menjadi ibukota Negara Republiik Indonesia yang saya cintai ini, berhenti menyorot Jakarta berarti berhenti untuk peduli kepada Jakarta. Keinginan setiap orang ingin ibukota negaranya setara dengan Negara Negara maju lainnya di dunia, Tokyo, London Seoul adalah beberapa kota yang wajib kita contoh secara system ketatakotaan. Jika menurut kita masih terlalu jauh mungkin kita bisa menengok tetangga jiran kita Kuala Lumpur.
Masalah Jakarta adalah masalah yang kompleks, ibu kota yang semua sektor di tujukan padanya. Pusat pemerintahan, pusat ekonomi dan pusat segala pusat. Kita bisa mulai berfikir jika beban yang ditanggung Jakarta sudah terlalu berat, dengan berkaca pada Negara lain yang sudah selangkah lebih maju saya merasa ini perlu di bahas kembali. Amerika berhasil memindahkan ibukota mereka dari New York ke Washinton DC, New York sebagai pusat ekonomi dan Washinton DC sebagai pusat pemerintahan, Brazil yang memindahkan Rio De Janiero ke Brazilia, Turki dari Istanbul ke Ankara dan Malaysia yang membagi dua antara pusat pemerintahan di Putra Jaya dan pusat bisnis di Kuala Lumpur.
Tapi sebenarnya saya bukan sedang ingin membahas pembangunan Jakarta, paparan diatas menjadi intro yang harus anda ketahui agar bisa sedikit mengerti bagaimana Jakarta begitu komplek untuk menjadi ibukota Negara.
Kita masuk ke inti masalah, saat ini sedang hangat hangatnya masalah pilkada Jakarta, saya adalah orang yang paling setuju bila pilkada harus bersih dari isu SARA yang sangat negative itu, ada tiga pasangan calon gubernur yang di umumkan secara resmi oleh KPUD, nama yang muncul adalah Anies Baswedan- Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono- Sylviani dan sang petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok)  dengan pasangannya saat ini Djarot Saifullah Yusuf. Saya bukan ahli politik bukan juga ahli hukum tata Negara, tapi dengan analisis awam dan intuisi politik saya rasa di era kebebasan berpendapat seperti sekarang ini adalah keharusan bagi siapapun menentukan sikap untuk suatu yang menjadi fenomena social.
Sejatinya point pertama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah KONSISTENSI dalam segala aspek, singkronisasi antara ucapan dan perbuatan adalah salah satu yang menjadi factor penilaian saya terhadap seseorang, terlebih dalam memilih pemimpin. Saya tidak akan berkomentar terhadap kasus pelecehan agama yang dilakukan oleh salah satu calon gubernur Jakarta yang belakangan ini santer diberitakan dan menjadi viral di media social. Bagi saudaraku di Jakarta, pilihlah pemimpin yang Konsisiten, orang yang konsisten adalah modal awal yang akan menyelamatkan anda dalam berdemokrasi, seseorang akan menentukan pilihannya dilatarbelakingi oleh berbagai aspek penilaian, ada yang memilih calon pemimpin dengan latar belakang religiuslitas, unsur kesukuan, kesamaan visi dan misi atau sampai hal hanya sekedar ganteng, itu adalah HAK anda, jika ada seorang ulama yang menyatakan memilih pemimpin muslim kepada pemilih muslim adalah hak yang di lindungi oleh konstitusi Negara, jadi tak ada sedikitpun masalah dan tidak ada unsur SARA disini. Hal ini sama seperti nasehat seorang ayah kepada anaknya untuk memilih teman dekat yang sesuai dengan ketentuan agar anaknya menjadi lebih baik. Tidak masalah, Clear.
Memilih pemimpin adalah memilih sosok, bukan partai politik. Dari ketiga pasangan calon ini saya mempunyai catatan yang sudah dari dulu saya amati. Pertama adalah Anies Baswedan, orang yang paling pintar merangkai kata bak sastrawan yang membuat orang terlena dengan kalimatnya ini adalah salah satu yang tidak konsisten masih ingatkah anda saat pilpres 2014 lalu? Saat itu anies ada di lingkungan jokowi yang paling pintar menyanjung, kedekatan inilah yang akhirnya mengantarkan Anies menjadi salah satu dari deretan orang terdekat jokowi yang menjadi menteri, duduk dikabinet kerja dengan kinerja yang menurut beberapa analis politik bagus namun harus tercampakkan karena bukan berasal dari partai politik. Anies adalah orang yang paling gencar mengatakan bahwa lingkaran Prabowo adalah lingkaran mafia, Anies saat itu menyebut Prabowo-Hatta didukung oleh kelompok mafia seperti dugaan kasus korupsi migas, haji, impor daging, Alquran, dan lumpur Lapindo. Pernyataan tersebut disampaikan Anies saat konfrensi pers penyampaian program Jokowi-JK, di Hotel Holiday Inn, Bandung, Kamis 3 Juli 2014. Dan fakta 2016 membuktikan jika Anise termakan dengan ucapannya sendiri, mafia yang dituduh itu akhirnya menjadi orang yang bersedia mencalonkan dirinya dalam pilkada DKI Jakarta. politik Anise adalah politik opportunis sesiapa aja yang menguntungkan dirinya akan didekati untuk mencapai tujuan walau harus menelan ludah yang telah di buang sebelumnya. Anies Inkonsisten!
Selanjutnya adalah Ahok, dengan kepercayaan diri yang tinggi dari awal ahok telah sesumbar akan mencalonkan dirinya melalui jalur indepanden, menggandeng simpatisannya kawan ahok ia sangat mantap akan menang di pilkada 2017 nanti, tapi fakta berkata lain, dengan beberapa blunder yang dilakukannya, ditambah beberapa kasus yang membelit seperti pembelian lahan sumber waras, proyek reklamasi, bus trans Jakarta, hingga penggusuran warga menjadikan popularitasnya menjadi anjlok, blunder terakhir yang mengundang kamarahan masyarakat muslim Jakarta menjadikan ahok dimusuhi oleh umat islam se nusantara, dengan kesalahan tersebut akhirnya ahok mengakui dan meminta maaf. Ahok pernah berkata bahwa partai politik adalah sarang maling, mencaci maki bahkan gentle keluar dari partai politik yang dulu berjasa menaikannya sebagai wakil gubernur Jakarta. Namun sikap gentle itu terbantahkan fakta dilapangan ahok mulai melunak, satu persatu partai politik mendekatinya dan mulai mengubah arah mata anginya, ahok akhirnya di usung oleh partai politik yang dulu sempat bersiteru dengannya. Akhirnya ludah sendiri pun ditelan kembali, Ahok Inkonsisten!
Satu lagi Agus harimurti Yudhoyono, nama baru yang digadang gadang oleh clan cikeas dapat melawan ahok tersebut rela meninggalkan karier cemerlang nya di ranah militer. Saya tidak dapat menilai banyak, karena secara politik memang belum bisa dinilai, beberapa catatan yang saya dapat beliau sangat cemerlang di militer, Ia menuntaskan tugas pendidikannya selama satu tahun dan lulus pad 12 Juni 2015 dengan hasil sempurna yaitu dengan IPK 4.0. Di saat yang bersamaan, Mayor Agus juga meraih gelar Master of Arts (MA) dalam Leadership and Management dari George Herbert Walker School of Business and Technology, Webster University. Juga dengan IPK 4.0. untuk beberapa karier militer mungkin anda bisa search sendiri karena saya juga tidak hafal satu persatu, tp yang saya tahu semua pendidikan yang di ikuti agus selalu menjadi lulusan terbaik di angkatannya.
Mungkin dari testimony saya ini anda dapat melihat kecondongan yang saya ikuti di pilkada DKI 2017 nanti, sekali lagi saya tidak memiliki kepentingan apapun, analisis ini murni atas observasi alamiah yang saya lakukan dari hari ke hari, saya tidak memiliki hak suara di DKI tapi saya memiliki hak untuk berpartisasipasi dalam sejarah politik Indonesia. Bebrapa pendapat diatas saya dukung dengan beberapa data agar terhindar dari fitnah, karena saya ingin Jakarta lebih baik kedepannya. 

Bandung, 13 Oktober 2016

Rabu, 15 Juni 2016

DISIPLIN ATAU GULUNG TIKAR ?




Masalah disiplin adalah masalah yang hampir dirasakan oleh semua Organisasi, baik yang berskala kecil lebih lebih yang memiliki skala organisasi besar. Banyak owner atau pemilik perusahaan mengeluhkan hal kedisiplinan karyawannya sehingga mengeluarkan banyak dana hanya untuk membuat karyawan disiplin sesuai ekspektasi yang mereka miliki, tak heran jika dewasa ini banyak perusahaan yang gulung tikar karena dimulai dari sikap karyawan yang tidak disiplin.
Jika kita mendengar kata disiplin kerja sering kali kita menghubungkannya kepada hukuman atau sanksi dan pelanggaran. Tetapi lebih dari itu disiplin memiliki makna yang lebih luas.
Disiplin adalah tindakan yang dilakukan seorang atasan untuk membentuk, memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan dalam melaksanakan peraturan dan standar organisasi.
Menurut Riza Aryanto. Staf Pengajar PPM Manajemenyang juga Konsultan – PT Binaman Utama, dalam tulisannya yang dimuat pada Kolom Peluang Karir, Harian Republika, 19 Februari 2000. Sebenarnya disiplin hanya memiliki tiga tujuan, namun hal ini sangat krusial jika diabaikan, diantaranya yaitu:
  1. Pembentukan sikap kendali diri yang positif. Tujuan utama dari disiplin. Seorang karyawan yang memiliki kendali diri positif sangat diharapkan oleh organisasi. Tanpa adanya peraturan pun secara otomatis ia sudah mendisiplinkan diri sendiri. Sebagai contoh, karyawan yang bekerja tetap waktu, sadar untuk menghasilkan produk yang berkualitas tanpa perlu banyak diatur oleh atasannya.
  2. Pengendalian kerja. Agar pekerjaan yang dilakukan oleh para karyawan lebih efektif dan sesuai dengan tujuan organisasi maka dilakukan pengendalian kerja dalam bentuk pemberlakuan peraturan perusahaan, standar dan tata tertib organisasi.
  3. Perbaikan sikap. Dilakukan dengan menggunakan kegiatan orientasi, pelatihan, pemberlakuan sanksi, dan sebagainya untuk karyawan yang dirasakan belum memenuhi standar dan peraturan perusahaan.
Mc Gregor (1967), menjelaskan dalam bukunya, bahwa disiplin akan bekerja dengan baik apabila memenuhi empat prinsip yang disebutnya sebagai Prinsip Tungku Panas (The Hot Stove Rule), yakni:
Adanya pemberitahuan awal bagi para karyawan mengenai hal-hal yang terkait dalam disiplin kerja, sebelum mereka melakukan tindakan indisipliner. Beberapa penerapan yang dapat dilakukan manajer adalah dengan memberikan orientasi mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan untuk para karyawan baru, distribusi peraturan perusahaan untuk semua karyawan dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
Segera, merupakan prinsip kedua. Dampak dari tindakan indisipliner yang dilakukan seorang karyawan akan efektif jika sesegera mungkin didapatkan oleh yang bersangkutan. Semakin cepat tindakan yang diberikan oleh atasan kepada karyawan tersebut, semakin efektif penerapan disiplin yang dilakukan.
Prinsip ketiga adalah konsisten, perlakuan yang adil atas pendisiplinan karyawan dalam bentuk konsistensi tindakan akan berpengaruh terhadap efektivitas disiplin kerja.
Yang terakhir adalah impersonal, bahwa tindakan disiplin akan melihat kepada apa yang dilakukan oleh karyawan, bukan kepada siapa yang melakukannya. Peraturan yang ada berlaku atas seluruh lapisan organisasi,mulai dari top management sampai dengan para pelaksana.
Keempat prinsip di atas menjadi dasar penerapan disiplin yang akan dilakukan oleh seorang atasan terhadap para bawahannya.
Mulai sekarang, mulailah berfikir apakah organisasi anda ingin disiplin atau gulung tikar? Pilihan ada di tangan anda.

                       
  *Nadrian Akhsanov - HRD Advess Business Solution, Bandung, Jawa Barat

Senin, 15 Februari 2016

Ingatan

Ibu,
Aku mengulang dalam khayal sejarah hidup kita.
Kediaman kita, cerita segelas harapan yang ditenteng kosong oleh ayah.
Angin  menepuk-nepuk atap rumah kita.
Aku dan cerita anak dalam karung.

Kentang goreng, kerak nasi dibaluri air teh yang membuat aku merasa sangat kaya raya saat itu.
Atau cerita air didihan nasi penggati susu yang amat mahal.
Aku hanya sedang mengulang lagi cerita cerita kebanggaan yang dibangun dari kepahitan hidup.
Air mata mungkin hanya hiasan hiasan perindu saat mengingat seperti ini. Aku sedang merasa kecil lagi.
Keras.
Ada juga cerita wafer yang dipotong empat untuk empat orang anak yang sangat girang menikmatinya satu persatu.
Hari ini adalah pembalasan untuk semua itu, pembuktian jika kesulitan melahirkan hati dan tekad bak baja.

Bukan kekayaan yang membuat rendah hati.
Bukan kenikmatan yang membuat keramahan.
Bukan juga kemewahan yang membuat kekuatan.

Sampaikan pada ayah yang sudah sering mengiba. Anaknya sudah dewasa dan segera mengganti cerita lama jadi kebanggaan.   
Ingatan pengusik keheningan yang menguras perasaan dan air mata namun sedap pelacut semangat.
Kemana lagi aku mengadu bu, kalau bukan ke Tuhan yang kau kenalkan padaku sejak kanak.
Nama yang pertama dilafazkan ayah di telinga ku dulu.

Aku rindu …
Aku rndu …

Ya allah aku rindu …

Jumat, 08 Januari 2016

KENAPA HARUS BANDUNG?


Bismillah,

ini adalah catatan pertama di tahun sekarang, tahun yang semakin mempertegas jika waktu tidak mau menunggu walau sedetikpun duduk manis terdiam. Banyak yang bertanya, kenapa harus bandung?, pertanyaan ini juga dulu sempat lama saya temukan jawabannya, tapi saya menemukan satu jawaban dan bertambah satu, dua dan tiga setelah benar benar menjalaninya, begitu seterusnya, empat,  lima dan selebihnya.

Jawabannya singkat, karena Bandung menyempurnakan semua rukun dari pertanyaan kenapa. Setelah beberapa alasan Tuhan untuk tidak menjerumuskan saya ke sekolah kedinasan seperti mimpi sebelumnya, akhirnya pilihan berlabuh di  kota ini, saya hampir saja diterima dan sah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNDIP Semarang tapi Psikologi adalah pilihan yag tidak bisa di tolak begitu saja.

Kembali surut kemasa silam, banyak alasan kenapa Bandung terpilih sebagai tempat saya menimba ilmu, mau tak mau saya harus jujur jika pikiran saya lama di kuasai oleh buku buku biografi yang saya baca, mulai dari Mohammad Hatta sang proklamator hingga Rizal Ramli di era modern, mereka menjadikan bandung sebagai penyempurna langkah bajiknya, langkah mereka di awali dari ranah beradat di Andalas sana, meletakan dasar kuat dahulu mengakar pendirian sebelum harus berkiprah untuk Bangsa dan Negara lebih luas. Sampai sampai Hatta beristrikan wanita Sunda walau lewat perantara ir.Sukarno.  

Bandung dijadikan sebagai lahan perjuangan yang menyempurnakan kesuksesan, begitu fikirku. kota ini dekat dengan pusat pemerintahan Negara, punya banyak kampus yang menjadi awal mula pemikiran dibentuk, dengan dasar politik, sastra, agama dan adat yang kuat dari ranah Minangkabau di tanah Parahiyangan ini pemikiran itu di kembangkan. Bak sebuah bangunan yang kokoh Painan adalah pondasinya, Bandung adalah tiangnya dan saya sedang menata atap agar tak terus panas hujan oleh cuaca.  Sempurna!

Merugilah mereka yang tidak pernah merantau, hanya hidup di bawah ketiak ibu, atau mengadu ke meja bapak, jago kandang dan hanya akan menjadi katak dalam tempurung.”

Suatu saat saya akan pulang, ikut membangun dari dalam, kenapa tidak seperti gubernur Sumatera Barat  sekarang atau banyak lagi tokoh Minang yang ber diaspora pulang dan menjadi tokoh perubahan untuk negeri kelahiran. Semua  terjawab, kenapa harus Bandung, karena di Bandung ada cimol, cireng, cilok, batagor, seblak, dan kamu!.